Janaye Murphy (27 tahun) mulai mengalami kenaikan berat badan saat SMA.
Kala itu beratnya mencapai 84 kg, tapi ia benar-benar tidak khawatir
dengan berat badan tersebut sampai akhirnya sesuatu menimpa ibunya.
Setelah lulus SMA ia berkata pada dirinya sendiri untuk menurunkan berat badan dengan cara mendaftar di pusat kebugaran serta membuat rencana pola makan yang lebih sedikit. Tapi kenyataannya ia hanya pergi sekali ke pusat kebugaran dan kebiasaan makannya tetap sama.
Ketika berusia 21 tahun, sang ibu mengalami stroke sehingga ia harus pulang ke Hawaii dan membantu ayahnya merawat. Sebagian besar waktunya dihabiskan dengan duduk di sekitar ibunya dan ia menghibur diri dengan makanan, hingga akhirnya pada April 2009 ia tidak bisa mengenali dirinya sendiri karena bobot tubuhnya mencapai 130 kg.
Setelah lulus SMA ia berkata pada dirinya sendiri untuk menurunkan berat badan dengan cara mendaftar di pusat kebugaran serta membuat rencana pola makan yang lebih sedikit. Tapi kenyataannya ia hanya pergi sekali ke pusat kebugaran dan kebiasaan makannya tetap sama.
Ketika berusia 21 tahun, sang ibu mengalami stroke sehingga ia harus pulang ke Hawaii dan membantu ayahnya merawat. Sebagian besar waktunya dihabiskan dengan duduk di sekitar ibunya dan ia menghibur diri dengan makanan, hingga akhirnya pada April 2009 ia tidak bisa mengenali dirinya sendiri karena bobot tubuhnya mencapai 130 kg.
Beberapa bulan kemudian kesehatan
ibunya semakin parah, ia mulai mengalami masalah jantung, gagal ginjal,
diabetes, Alzheimers awal dan meninggal pada Agustus 2010 saat berusia
47 tahun.
Saat itu Janaye terus berpikir bahwa dirinya telah
menempatkan risiko menjadi kelebihan berat badan dan ia tidak ingin
hidupnya berakhir seperti sang ibu. Itu salah satu motivasi terbesarnya
untuk menurunkan berat badan.
Langkah pertama yang dilakukan
Janaye adalah olahraga 6 hari seminggu dengan melakukan berjalan, yoga,
bersepeda dan juga aerobik. Pada awalnya ia hanya mampu berolahraga
15-20 menit lalu merasa seperti kehabisan napas.
Terkadang ia
harus berhenti selama beberapa menit untuk beristirahat sebelum kembali
berolahraga. Namun kondisi ini tidak menghentikannya, setiap minggu
secara bertahap ia menambah waktunya dan mendorong dirinya untuk mampu
melangkah lebih jauh.
Hal lain yang juga dilakukannya adalah
berhenti mengonsumsi makanan cepat saji, makanan olahan serta soda, dan
menggantinya dengan makanan alami serta sehat. Ia juga mengikuti aturan
80:20, yang mana 80 persen waktunya makan dengan benar dan 20 persen
waktu membiarkan ia menikmati.
Janaye menyadari jika ia membatasi
diri terlalu banyak maka kemungkinan untuk kembali ke kebiasaan makan
yang lama akan lebih besar. Untuk itu ia memberikan 20 persen waktunya
untuk menikmati diri sendiri.
Ada kalanya ia merasa bosan dan
malas untuk berolahraga atau berpikir ingin makan lebih banyak dari yang
seharusnya. Tapi kemudian ia mulai berpikir tentang ibunya dan ia tahu
sang ibu ingin ia hidup panjang umur serta sehat.
Perjuangan yang
dilakukan oleh Janaye tidaklah sia-sia, berat badannya berhasil turun
sebanyak 55 kg. Kini dengan tinggi badan 162,5 cm, Janaye memiliki bobot
tubuh 75 kg.
Banyak orang yang bertanya padanya bagaimana ia
bisa melakukan hal tersebut tanpa pil maupun operasi. Janaye menyadari
pola hidup yang berubah ini membutuhkan banyak motivasi, ia makan sehat
dan olahraga untuk hidup yang lebih lama dan tidak ingin hidupnya
berakhir seperti sang ibu.
Sumber : HuffingtonPost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar